Sabtu, 07 Maret 2015

Kosong adalah Isi, Hidup yang Sunyi

Mungkin aku benar-benar butuh psikolog spesial yang pintar menyembunyikan permasalahanku atau keluh kesahku. Aku tidak suka terlalu umbar aib diri. Siapa pula yang suka? Gila kali. Rasanya aku bisa menangkap perihal-perihal "depan" atau kejadian sebelum terjadi beberapa saat. Mungkin itu hanya firasatku saja. Benar firasat saja. Ah gila aku menyombongkan diri. Seringkali memang telingaku berdenging sendiri. Kutangkap sesuara yang mendekat. Namun pula ada yang luput dari radar telingaku ini. Suara-suara besar yang orang tahu.

Hahah.. Hanya sebagian kecil saja aku tahu.

Ada kalimat "kosong adalah isi, isi adalah kosong" coba saja engkau praktekkan. Dalam kamar sunyimu, hening tengah malam atau pagi buta benar. Engkau tangkap suara sedapatnya. Kemudian rinci lagi suara-suara itu.

Suara apakah? Gemericik air kolam/kran, suara kucing mengeong, suara kaki melangkah, suara tikus berdecit, suara setan yang tertawa atau suara turunnya malaikat mencatat aktivitas yang kaulakukan.

Semakin lama tajam juga pendengaranmu.

Mungkin aku benar-benar ingin mengakhiri hidup di alam kasat ini. Sudah pas rasanya aku ingin bertemu dengan Sang Pencipta. Namun ganjalan masih besar di kepala dan mataku. Terbayang api neraka menyala-nyala begitu hebat.

Membakarku!

Seberapa besar amal kebaikanku sampai aku harus mengakhirinya? *jawab sendiri*

Lantas pantaskah orang saling memicingkan mata, atau hanya mata hati mereka saja yang buta?

Hatiku pun bisa buta, mengapa mereka tidak?!

Mungkin segalanya memang indah pada waktunya. Semoga kelak, benar-benar aku jumpai Sang Arsitek tubuh manusia dan alam jagat (maya) ini tanpa berlama-lama bercengkerama dengan api neraka.

Whatsapp!!

Aionet Jakal KM 14 Jogja, Selasa dini hari 18 September 2012

*Saya copas dari blog Ekohm. Dengan penyuntingan.

0 komentar:

Posting Komentar